17.7.12

Suku Batak



Batak merupakan salah satu suku bangsa di Indonesia. Nama ini merupakan sebuah tema kolektif untuk mengidentifikasikan beberapa suku bangsa yang bermukim dan berasal dari Tapanuli dan Sumatera Timur, di Sumatera Utara. Suku bangsa yang dikategorikan sebagai Batak adalah: Batak Toba, Batak Karo, Batak Pakpak, Batak Simalungun, Batak Angkola, dan Batak Mandailing.
Mayoritas orang Batak menganut agama Kristen dan sisanya beragama Islam. Tetapi ada pula yang menganut agama Malim dan juga menganut kepercayaan animisme (disebut Sipelebegu atau Parbegu), walaupun kini jumlah penganut kedua ajaran ini sudah semakin berkurang.


 Sejarah
 
Orang Batak adalah penutur bahasa Austronesia namun tidak diketahui kapan nenek moyang orang Batak pertama kali bermukim di Tapanuli dan Sumatera Timur. Bahasa dan bukti-bukti arkeologi menunjukkan bahwa orang yang berbahasa Austronesia dari Taiwan telah berpindah ke wilayah Filipina dan Indonesia sekitar 2.500 tahun lalu, yaitu di zaman batu muda (Neolitikum). Karena hingga sekarang belum ada artefak Neolitikum (Zaman Batu Muda) yang ditemukan di wilayah Batak maka dapat diduga bahwa nenek moyang Batak baru bermigrasi ke Sumatera Utara di zaman logam. Pada abad ke-6, pedagang-pedagang Tamil asal India mendirikan kota dagang Barus, di pesisir barat Sumatera Utara. Mereka berdagang kapur Barus yang diusahakan oleh petani-petani di pedalaman. Kapur Barus dari tanah Batak bermutu tinggi sehingga menjadi salah satu komoditas ekspor di samping kemenyan. Pada abad ke-10, Barus diserang oleh Sriwijaya. Hal ini menyebabkan terusirnya pedagang-pedagang Tamil dari pesisir Sumatera. Pada masa-masa berikutnya, perdagangan kapur Barus mulai banyak dikuasai oleh pedagang Minangkabau yang mendirikan koloni di pesisir barat dan timur Sumatera Utara. Koloni-koloni mereka terbentang dari Barus, Sorkam, hingga Natal


Identitas Batak

R.W Liddle mengatakan, bahwa sebelum abad ke-20 di Sumatra bagian utara tidak terdapat kelompok etnis sebagai satuan sosial yang koheren. Menurutnya sampai abad ke-19, interaksi sosial di daerah itu hanya terbatas pada hubungan antar individu, antar kelompok kekerabatan, atau antar kampung. Dan hampir tidak ada kesadaran untuk menjadi bagian dari satuan-satuan sosial dan politik yang lebih besar. Pendapat lain mengemukakan, bahwa munculnya kesadaran mengenai sebuah keluarga besar Batak baru terjadi pada zaman kolonial. Dalam disertasinya J. Pardede mengemukakan bahwa istilah "Tanah Batak" dan "rakyat Batak" diciptakan oleh pihak asing. Sebaliknya, Siti Omas Manurung, seorang istri dari putra pendeta Batak Toba menyatakan, bahwa sebelum kedatangan Belanda, semua orang baik Karo maupun Simalungun mengakui dirinya sebagai Batak, dan Belandalah yang telah membuat terpisahnya kelompok-kelompok tersebut. Sebuah mitos yang memiliki berbagai macam versi menyatakan, bahwa Pusuk Buhit, salah satu puncak di barat Danau Toba, adalah tempat "kelahiran" bangsa Batak. Selain itu mitos-mitos tersebut juga menyatakan bahwa nenek moyang orang Batak berasal dari Samosir. Terbentuknya masyarakat Batak yang tersusun dari berbagai macam marga, sebagian disebabkan karena adanya migrasi keluarga-keluarga dari wilayah lain di Sumatra. Penelitian penting tentang tradisi Karo dilakukan oleh J.H Neumann, berdasarkan sastra lisan dan transkripsi dua naskah setempat, yaitu Pustaka Kembaren dan Pustaka Ginting. Menurut Pustaka Kembaren, daerah asal marga Kembaren dari Pagaruyung di Minangkabau. Orang Tamil diperkirakan juga menjadi unsur pembentuk masyarakat Karo. Hal ini terlihat dari banyaknya nama marga Karo yang diturunkan dari Bahasa Tamil. Orang-orang Tamil yang menjadi pedagang di pantai barat, lari ke pedalaman Sumatera akibat serangan pasukan Minangkabau yang datang pada abad ke-14 untuk menguasai Barus.


Gereja HKBP

Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) telah berdiri di Balige pada bulan September 1917. Pada akhir tahun 1920-an, sebuah sekolah perawat memberikan pelatihan perawatan kepada bidan-bidan disana. Kemudian pada tahun 1941, Gereja Batak Karo Protestan (GBKP) didirikan.


Salam Khas Batak

Tiap puak Batak memiliki salam khasnya masing masing. Meskipun suku Batak terkenal dengan salam Horasnya, namun masih ada dua salam lagi yang kurang populer di masyarakat yakni Mejuah juah dan Njuah juah. Horas sendiri masih memiliki penyebutan masing masing berdasarkan puak yang menggunakannya
1. Pakpak “Njuah-juah Mo Banta Karina!”
2. Karo “Mejuah-juah Kita Krina!”
3. Toba “Horas Jala Gabe Ma Di Hita Saluhutna!”
4. Simalungun “Horas banta Haganupan, Salam Habonaran Do Bona!”
5. Mandailing dan Angkola “Horas Tondi Madingin Pir Ma Tondi Matogu, Sayur Matua Bulung!”


Kekerabatan

Kekerabatan adalah menyangkut hubungan hukum antar orang dalam pergaulan hidup. Ada dua bentuk kekerabatan bagi suku Batak, yakni berdasarkan garis keturunan (genealogi) dan berdasarkan sosiologis, sementara kekerabatan teritorial tidak ada. Bentuk kekerabatan berdasarkan garis keturunan (genealogi) terlihat dari silsilah marga mulai dari Si Raja Batak, dimana semua suku bangsa Batak memiliki marga. Sedangkan kekerabatan berdasarkan sosiologis terjadi melalui perjanjian (padan antar marga tertentu) maupun karena perkawinan. Dalam tradisi Batak, yang menjadi kesatuan Adat adalah ikatan sedarah dalam marga, kemudian Marga. Artinya misalnya Harahap, kesatuan adatnya adalah Marga Harahap vs Marga lainnya. Berhubung bahwa Adat Batak/Tradisi Batak sifatnya dinamis yang seringkali disesuaikan dengan waktu dan tempat berpengaruh terhadap perbedaan corak tradisi antar daerah. Adanya falsafah dalam perumpamaan dalam bahasa Batak Toba yang berbunyi: Jonok dongan partubu jonokan do dongan parhundul. merupakan suatu filosofi agar kita senantiasa menjaga hubungan baik dengan tetangga, karena merekalah teman terdekat. Namun dalam pelaksanaan adat, yang pertama dicari adalah yang satu marga, walaupun pada dasarnya tetangga tidak boleh dilupakan dalam pelaksanaan Adat. 


==Sumber : Wikipedia==

13.7.12

Sejarah Simamora


Kenapa ada Marga Simamora??

Sebenarnya kalau kita urutkan mulai paling awal, silsilah marga Batak mempunyai 2 orang putra, yaitu “Guru Tatea Bulan dan Raja Isombaon”, dan dari anak yang kedua ini lahirlah 3 orang putra. Dari 3 orang putra itu hanya anak pertamalah yang tinggal di Bonapasogit Pusuk Bukit (Tempat yang menjadi asal mula suku batak) yaitu Tuan Sorimangaraja.
Tuan Sorimangaraja mempunyai 3 orang istri yaitu;
1.      Si Boru Anting Malela (Nai Rassaon), Dia merupakan putri dari Guru Tatea Bulan. Dia pun melahirkan putra yang bernama Tuan Sorba Djulu (Ompu Raja Nabolon, gelar Nai Rassaon.
2.      Si Boru Biding Laut (Nai Ambaton). Dan dia juga putri dari Guru Tatea Bulan. Dia dikaruniai seorang putra yang bernama Tuan Sorba Jae (Raja Mangarerak), gelar Nai Ambaton.
3.      Si Boru Sanggul Baomasan (Nai Suanon), sedangkan Dia melahirkan putra yang bernama Tuan Sorbadibanua, gelar Nai Suanon.
Dari Tuan Sorbadibanua mempunyai 2 orang istri dan dikarunai 8 orang putra.
Istri Pertama yaitu Putri Sariburaja dan 5 anaknya :
1.      Si Bagot Ni Pohan
2.      Si Paet Tua
3.      Si Lahi Sabungan
4.      Si Raja Oloan
5.      Si Raja Huta Lima
Istri Kedua yaitu Boru Sibasopaet, putrid Mojopahit dan 3 anaknya:
1.      Si Raja Sumba
2.      Si Raja Sobu
3.      Toga Naipospos
Dari perkawinan dengan Boru Panda Nauli, Raja Sumba dianugerahi 2 orang putra yaitu “Simamora dan Sihombing”. Anak yang tertua yaitu Simamora mempunyai keturunan Purba, Manalu, dan Debataraja sedangkan Sihombing mempunyai keturunan Silaban, Nababan, dan Lumban Toruan. Dan ketujuh keturunan tersebut secara secara terus-menerus menempati Tipang hingga saat ini dan yang lebih penting pembagian warisan sawah dan ladang diatur dengan musyawarah dan damai secar turun-menurun.

Ala Tipang….Tipang….Tipamg…..Hutaku!!
Tipang diyakini sebagai Bonapasogit dari Raja Sumba (yang digelari sebagai Sumba Napaduahon) yang merupakan salah satu anak dari Ompu Tuan Sorba Dibanua yang delapan orang itu. Setelah menikahi Boru Pandan Nauli, yaitu putri dari Raja Lontung dari negeri Sabulan, Raja Sumba berangkat menyisir ke arah selatan dan membuka perkampungan disalah satu tempat yang kemudian dinamai Tipang.
Menurut Geografis Pemerintahan, Tipang terletak dalam wilayah Kecamatan Bakti Raja (Singkatan dari Bakkara, Tipang, dan Janiraja) Kabupaten Humbang Hasundutan dan saat ini dihuni oleh lebih dari 450 kepala keluarga dan 1.725 jiwa. Tadinya Tipang terdiri dari tiga desa, yaitu: Desa Tipang Dolok, Tipang Habinsaran, dan Tipang Hasundutan, tapi saat ini hanya tinggal satu desa saja.
Berbatas sebelah timur dengan danau Toba, sebelah selatan dengan Bakkara, sebelah barat dengan sisi terjal bukit arah Siria-ria dan sebelah utara dengan Janjiraja, disanalah terletak Negeri Tipang yang indah permai. Sama halnya dengan semua tempat yang terletak dibibir danau Toba yang amat permai pemandangan alamnya, tapi bagi sebagian orang khususnya marga Simamora dan Sihombing, Negeri Tipang adalah tempat yang merupakan bonapasogitnya. 

Ada Apa di Tipang ??

Tipang adalah nama dari seseorang yang disebut “Duhut-Duhut Simardimpos dohot Tano Simarhilop” yang topografinya dibagi dua, yaitu Tano Birong yang ditempati oleh Simamora dan keturunannya dan Tano Liat yang ditempati oleh Sihombing dan keturunannya.
Tipang adalah tempat yang banyak menyimpan sejarah atau Pusaka Peninggalan Raja Sumba dan tempat sakti.
Peninggalan bersejarahnya seperti:
Batu Pauseang
Disuatu tempat, yakni di bagian belakang atau sebelah selatan dari huta dari marga Hutasoit dan sebelah timur dari pusat keramaian Tipang, terdapat tiga “Batu Pauseang” yang diterima oleh Raja Sumba dari Raja Lontung.
Ketiga batu tersebut ukurannya kira-kira sebesar bola kaki yang diletakkan begitu saja dan hingga saat ini tidak terawat sama sekali dan hampir hilang ditutupi semak belukar yang rimbun.
Ketiga batu tersebut, yaitu:
1.      Batu Siboru Gabe :  Asa gabe dihajolmaon, gabe naniula (melambangkan kemakmuran atas sawah lading yang dikerjakan oleh seluruh keturunannya).
2.      Batu Siboru Torop:  Asa torop maribur huhut sangap angka pinomparna (yang melambangkan supaya berkembang biak / beranak pinak dan sukses seluruh keturunannya).
3.      Batu Siboru Sinur:  Asa sinur ma pinahan (melambangkan kemakmuran atas ternak yang dikembangbiakkan oleh seluruh keturunannya)
Ketiga Batu Pauseang tersebut pada masa dahulu, digunakan sebagai tempat sakral terlebih bila musim tanam tiba. Ketika masa mencangkul (ombahon) selesai dan tiba saatnya menanam padi, maka beberapa jenis padi dibawa ke Batu Pauseang, untuk didoakan dan diletakkan disana selama beberapa hari. Bila harinya tiba tersebut, para ibu akan datang kesana dan akan mendapati tanda bahwa jenis padi tertentulah yang akan ditanami di seluruh Tipang pada musim tanam itu.
Namartua Guminjang
Tempat mengisyaratkan suara ogung doal. Bila berbunyi maka akan ada orang yang Saur Matua
Namartua Sidimpuan
Tempat mengisyaratkan suara ogun oloan, pangoaran dan gordang bolon
Naposolahi-Lahi Ulian Mataniari
Suara dan tanda yang terbentang di Tipang.
Batu Partonggoan
Tempat berdoa untuk menolak mara bahaya.
Baru Jagar-Jagar
Batu berupa patung dimana tidak boleh berdusta.
Batu Maraktuk
Sigala-gala binaga (sebagai syarat akan terjadi peristiwa besar).
Gua Jarina
Gua yang dalam, tempat berdoa dan mensucikan diri.
Batu Sada
Tempat penyimpanan sari-saring (tulang-tulang) turun-temurun.
Pusaka Tanohajiran
Pusaka yang sangat ampuh untuk menolak bala (alogo nasohapundian, udan nasohasaongan dohot napajolo gogo).
Air Terjun
Tempat bersemedi untuk pensucian diri.